TLFL: Nasi Goreng Krengsengan Pak Kumis, Taman Apsari Surabaya

#TheLocalFoodLegend Kali ini masih di Kota Surabaya. Selain nasi padang, makanan Indonesia lainnya yang populer adalah nasi goreng. Saking terkenalnya nasi goreng, bisa dikatakan di malam hari di sepanjang kota di penjuru Pulau Jawa pasti ada penjual nasi gorengnya.

Entah ada berapa jenis nasi goreng yang ada di Indonesia, tetapi saya sudah pernah mencoba beragam jenis nasi goreng yang menjadi khas dari daerah masing-masing. Misalnya, nasi goreng Magelangan yang menjadi khas Magelang, nasi goreng kambing dan nasi goreng gila yang menjadi khas Jakarta, sampai nasi goreng cikur yang menjadi khas Tasikmalaya. Pun di Surabaya, terdapat jenis nasi goreng yang menjadi khas dari kota pahlawan tersebut, yakni nasi goreng krengsengan.

Nasi goreng krengsengan merupakan menu yang nyaris bisa ditemui di setiap penjual nasi goreng di Surabaya. Ada banyak tempat rekomendasi juga untuk mencicipi nasi goreng krengsengan, dan salah satu di antaranya adalah Nasi Goreng Pak Kumis yang berada di sebelah Arca Joko Dolog, Taman Apsari. Tempatnya hanya sebuah kedai kecil yang sederhana, namun sudah ada di Google Maps sehingga bisa dengan mudah ditemukan. Bila masih tidak ketemu, patokannya mudah: tempat nasi goreng ini berada persis di samping Arca Joko Dolog yang terkenal dan bersejarah itu.

nasi goreng pak kumis arca joko dolog

Dan, seperti street food rekomendasi pada umumnya, meski tempat ini sangat sederhana, namun selalu padat ramai dikunjungi pengunjung. Untungnya, kita tidak perlu mengantri lama karena nasi gorengnya sudah disiapkan lebih dulu. Jadi ketika kita memesan, penjualnya akan langsung menghidangkan tanpa harus memasaknya satu per satu.

Kala itu saya datang pada pukul 20.00. Tempat sudah ramai oleh anak-anak muda yang datang bersama teman-temannya dan tukang parkir sudah sibuk mengurusi kendaraan-kendaraan yang terus berdatangan. Saya langsung memesan seporsi nasi goreng krengsengan. Tidak sampai 5 menit, sang penjual langsung mengantarkan ke meja makan saya. Nasi goreng krengsengan sendiri adalah nasi goreng yang ditumis dengan saos tomat ala Jawa Timur (sehingga nasi gorengnya berwarna merah) yang diatasnya kemudian ditambahkan lagi dengan mie goreng. Mirip dengan nasi goreng mawut yang juga khas Jawa Timur? Betul. Bedanya, pada nasi goreng mawut, nasi dan mie digoreng bersamaan sehingga tercampur aduk; sedangkan pada nasi goreng krengsengan, nasi dan mie digoreng terpisah dan tidak dicampur aduk. Seporsi nasi goreng krengsengan ini juga dilengkapi dengan telur mata sapi atau telur dadar, tergantung permintaan.

nasi goreng pak kumis arca joko dolog

Suapan pertama saya sendokkan ke dalam mulut. Nasi gorengnya lumayan harum, namun rasanya tidak istimewa. Enak sih, tapi biasa saja seperti nasi goreng gerobakan (atau nasi goreng tek-tek) pada umumnya. Bedanya, rasa nasi gorengnya agak kurang asin, mungkin sengaja dibuat seperti itu untuk mengantisipasi orang yang tidak terlalu suka asin. Sedangkan mie gorengnya juga terasa biasa saja, enak tetapi tidak istimewa. Berbeda dengan nasi goreng yang terasa agak tawar, rasa mie gorengnya cenderung manis. Telurnya, ya, telur goreng biasa juga. Oh iya, nasi goreng krengsengan di sini tidak disertai dengan kerupuk.

Sebenarnya ini adalah kali kedua saya datang ke sini, pertama kali adalah tahun lalu ketika saya mengunjungi Surabaya. Rasanya konsisten seperti ini pada kunjungan pertama maupun kunjungan kedua, menandakan bahwa memang seperti ini citarasa nasi goreng krengsengan yang ingin dihadirkan oleh Pak Kumis.

Bagi penggemar pedas, tidak tersedia saus sambal untuk disiram ke dalam nasi goreng. Sebagai gantinya, semangkuk penuh cabai rawit mentah tersaji di atas meja sebagai sumber rasa pedas. Menurut saya tambahan cabai rawit ini menambah dimensi rasa, menjadi ada rasa pedas dengan kesan segar karena cabai rawit tersebut masih mentah.

Bila rasanya biasa saja, namun mengapa tempat ini ramai didatangi pengunjung dan selalu menjadi rekomendasi? Keunggulan dari nasi goreng Pak Kumis adalah harganya yang murah meriah. Seporsi nasi goreng krengsengan dengan telur goreng dihargai Rp10.000 saja. Tentu harga yang tergolong sangat terjangkau bagi orang Surabaya, sehingga memang tempat ini ramai didatangi oleh mahasiswa atau anak-anak muda yang memang lebih irit dalam anggaran makan malamnya. Dan menurut saya, harga Rp10.000 ini memang layak, sih. Lumayan, bisa mendapat seporsi nasi goreng dengan telur. Soal porsi juga pas-pas saja, tidak terlalu kecil juga tidak terlalu besar.

nasi goreng pak kumis arca joko dolog

Oh iya, ada keunikan dengan tempat nasi goreng ini.  Karena lokasinya tepat berada di samping arca Joko Dolog, maka ketika kita datang makan di malam Jumat, maka makan malam kita akan ditemani dengan aroma kemenyan dan bunga melati yang diritualkan di altar arca Joko Dolog. Menyeramkan dong? Tidak juga sih, karena menurut saya itu adalah kepercayaan tradisional Jawa yang seharusnya sudah familiar dengan orang Indonesia dan terus dipertahankan. Kepercayaan-kepercayaan yang berasal dari luar Jawa-lah yang justru membuat orang Indonesia (terutama orang Jawa) menjadi asing dan paranoid dengan aroma-aroma tersebut, padahal justru identitas dan kepercayaan asli kita memang mengenal dupa, kemenyan, dan bunga sebagai sarana komunikasi kita dengan alam semesta dan Sang Pencipta.

Simpulannya?

Nasi goreng krengsengan Pak Kumis memang enak meskipun tidak istimewa dan citarasanya bisa kita temui di pedagang-pedagang nasi goreng keliling lainnya. Namun yang membuat tempat ini terkenal adalah harganya yang murah dan porsinya yang cukup. Bila anda sedang backpacking atau ingin menghemat anggaran anda, tempat ini sangat cocok. Lokasinya juga berada dekat dengan pusat kota. Jam bukanya sendiri dari jam 17.00 sampai tengah malam. Mungkin bukan menjadi tempat makan favorit saya, tetapi akan menjadi referensi saya ketika ingin makan kenyang dan bergizi namun terbatas oleh budget.

Langganan tulisan tentang wisata, kuliner, dan budaya Indonesia. GRATIS.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *