Seorang teman mengatakan ada penjual Chinese food tenda yang dia rekomendasikan di Jl. Lautze, Sawah Besar. Kalau mendengar penjual Chinese food enak di daerah sana, wajar, karena memang salah satu pusatnya hidangan ala Tiongkok. Tapi kalau ada Chinese food enak dengan presentasi ala tenda? Wah jadi penasaran. Jadilah saya minta diantarkan ke sana.
Sekilas terlihat biasa saja. Tidak ada spanduk atau keterangan apapun yang menunjukkan identitas tempat makan ini. Hanya ada gerobak, kompor, dan 4 buah meja makan di pinggiran Jl. Lautze. Jika saya lewat sendirian di sini, mungkin saya tidak akan menyadari ada tempat makan Chinese food yang perlu dicoba. Satu-satunya keterangan yang ada adalah stiker bertuliskan “nasi goreng, seafood, ayam kaget, ayam goreng” yang ditempelkan di kaca gerobak. Bahkan saya tidak tahu nama tempat makan ini apa, yang akhirnya baru saya ketahui dari kertas menunya kalau namanya adalah “Seafood Lautze” (dan ada di Google Maps).
Ketika membaca menunya, saya sedikit tergelitik; sebab meskipun nama tempat ini adalah Seafood Lautze, namun menunya justru terdiri dari olahan ayam, olahan tahu, dan olahan sayur. Bahkan tidak ada section untuk olahan hidangan laut. Satu-satunya unsur seafood yang ada di dalam lembar menu adalah nasi goreng dan mie goreng seafood. Dalam hati saya menerka-nerka, mungkinkah awalnya ingin berjualan seafood tetapi justru yang laris-manis adalah hidangan ayam dan tahunya?
Saya langsung memesan nasi goreng seafood, sesuai dengan namanya Seafood Lautze. Sebagai hidangan pendamping, saya juga memesan sapo tahu dan ayam kuluyuk. Satu protein nabati, satu protein hewani. Sambil menunggu pesanan tiba, saya mengamati bahwa “dapur” mereka sibuk sekali: ada kuali khusus menumis nasi dan mie, ada kuali khusus menggoreng, dan ada kuali untuk menumis hidangan lain. Karyawannya juga cukup banyak dengan tanggung jawabnya masing-masing; ada yang bertugas memasak, memotong sayuran, menata piring beserta condiment, dan juru antar. Semuanya tak henti-henti melayani pesanan yang terus-menerus muncul. Untuk sebuah tempat makan tenda, ini sudah tergolong “besar”.
Hidangan pun tiba, semuanya dalam kondisi asap yang mengebul. Benar-benar panas, tanda dimasak dengan api yang tinggi dan memang menjadi ciri khas Chinese food yang hidangannya dimasak dengan api panas. Nasi goreng seafood-nya terlihat pucat, namun tetap membuat saya berselera untuk mencicipinya. Bumbu dasarnya adalah bawang putih, cukup terasa dalam setiap suapan. Isiannya ada telur, cumi, udang, dan cabai. Cumi dan udangnya cukup segar sehingga tergolong memuaskan untuk hidangan tendaan. Yang saya suka, cuminya dimasak dengan tepat sehingga tidak alot. Sebuah nilai tambah. Karena dimasak dengan api yang panas, aroma yang dominan dalam hidangan ini adalah smoky dengan citarasa gurih. Enak, namun masih tergolong biasa.
Lalu saya mencicipi sapo tahu yang wanginya sudah menggoda. Presentasinya memang sangat biasa: disajikan dalam piring dan ditata sekenanya. Sebenarnya sapo tahu harus disajikan dalam claypot, yang merupakan ciri khas dari hidangan ini. Tapi tidak apa-apa, seringkali street food memang lemah dalam presentasi tetapi kuat dalam rasa. Selain itu, sapo tahu merupakan hidangan yang secara tidak langsung menggambarkan seberapa piawai sang koki dalam memasak. Jika sapo tahunya enak, biasanya hidangan lain juga akan enak.
Dari atas piring saya melihat potongan tofu yang sudah digoreng, cumi, udang, irisan wortel, baby corn, dan bakso ikan. Tofu yang digoreng sebelum dimasak memberikan lapisan tekstur tambahan pada bagian luarnya; kasar di luar namun lembut di dalam, dan tekstur ini terasa menyenangkan di lidah. Seafood-nya juga cukup segar dan lagi-lagi, cuminya dimasak dengan tepat sehingga tidak alot. Pemilihan sayurannya juga pas, wortel dimasak hingga empuk dengan baby corn yang renyah. Perpaduan tekstur yang saya suka. Kekentalan kuahnya juga pas, dengan aroma kecap ikan dan minyak wijen yang komposisinya seimbang.
Kemudian saya mencicipi ayam kuluyuk, menu yang saya pesan dengan spontan saja karena sudah lama tidak menyatapnya. Ayam digoreng tepung kemudian disiram dengan saus tomat asam manis. Meski warnanya terlihat merah menyolok, tetapi rasa sausnya tergolong enak. Rasa yang dominan adalah asam, namun diimbangi dengan rasa manis sehingga tergolong menyenangkan di lidah. Aroma saus tomatnya cukup kuat, cocok untuk dipadukan dengan potongan ayam goreng renyah yang sudah pasti enak. Ada juga timun dan wortel yang diiris memanjang, yang kali ini tidak hanya berkontribusi terhadap tekstur tetapi juga rasa. Kehadiran timun memberikan tekstur renyah dan citarasa segar yang melengkapi rasa asam manis tadi. Enak.
Ketiga menu di atas ternyata tidak dihargai sampai Rp100.000. Wah, terjangkau sekali. Masing-masing menu hanya dihargai sekitar Rp29.000. Terlepas dari rasa masakan yang enak dan harga yang terjangkau, minusnya adalah lokasi. Karena tenda dan berada di pinggir jalan, maka jangan mengeluh bila kadangkala kaki terasa gatal digigiti nyamuk. Namun bagi saya bukanlah masalah besar, bukankah memang itu risiko mencicipi street food di Indonesia?
Saya merekomendasikan Seafood Lautze bagi orang-orang yang tidak terlalu mementingkan tempat dan memiliki budget terbatas, tetapi ingin menyantap hidangan Chinese food yang penuh rasa. Dilihat dari ramainya pengunjung yang tanpa henti datang untuk take away (membeli dan dibungkus pulang), maka rasa dari masakan di tepat ini tidak diragukan. Ingat, meski namanya seafood, tapi menu utamanya justru tahu dan ayam. Tapi enak.
Seafood Lautze
Jl. Lautze no.62, RT.11/RW.03
Sawah Besar, Jakarta Pusat
Buka mulai pukul 18.00