Apa titik terendah dalam hidup anda? Dan apa yang anda lakukan untuk bangkit kembali?
Titik terendah hidup saya mungkin 10 tahun yang lalu, ketika saya masih berusia 19 tahun. Rasa putus asa cukup terasa, bahkan saya sempat ingin menyerah.
Well, apa hubungan antara titik terendah hidup dengan Bakmie Atet? Di saat saya mulai terhanyut oleh rasa putus asa, saya menemukan sebuah utas di Kaskus. Judulnya adalah “Beban Sang Tukang Bakmie”. Jika anda ingin baca utasnya, bisa klik ini.
Singkat cerita, saya menemukan cerita tentang seorang penjual bakmie yang hidupnya tidak seberuntung orang lain namun masih tetap bertahan menghadapi kehidupan. Anaknya mengalami permasalahan mental dan istrinya menunjukkan permasalahan motorik ringan, mirisnya lagi kedai bakmienya selalu terlihat sepi. Padahal rasa bakmienya enak, sungguh.
Apa yang membuat saya salut dengan Koh Atet, sang penjual bakmie ini? Meskipun hidupnya tergolong berat, tetapi ia tidak menjadikan itu alasan untuk memusuhi hidup. Koh Atet dikenal oleh pelanggan-pelanggannya sebagai orang yang baik. Ada pengunjung yang pernah uangnya tertinggal di warung bakmie Atet, dan Koh Atet menyimpan uang tersebut kemudian mengembalikannya ketika pengunjung itu datang kembali. Padahal ia bisa saja pura-pura tidak tahu dan menjadikan uang itu sebagai miliknya, tetapi ia mengembalikannya. Saya sendiri juga pernah mengalami kebaikan dari Koh Atet, yakni pernah saya sengaja membayar dengan pecahan uang yang besar agar Koh Atet tidak punya kembalian dan bisa saya minta untuk menyimpan kembalian itu. Ternyata, uang kembalian berlebih dari saya itu dicatat oleh Koh Atet dan dikembalikan ketika saya datang berkunjung lagi. Keren! Hidupnya boleh keras, tetapi Koh Atet tidak membiarkan hatinya untuk ikut mengeras.
Sejak kunjungan pertama saya di tahun 2010, bisa dikatakan saya menjadi langganan Bakmie Atet. Bagi saya datang ke sini bukan hanya sekadar untuk menyantap bakmie yang lezat, tetapi juga untuk mengingatkan diri saya bahwa sekeras apapun hidup ini, masih ada cara untuk menjalani hidup dengan benar. Sempat selama 2017 hingga 2019 saya tidak pernah datang lagi karena kesibukan. Saya kira Koh Atet sudah lupa dengan saya, tetapi ketika saya datang lagi, beliau dengan ramah menyapa saya dan bertanya bagaimana kabar saya setelah lama tidak bertemu. Customer service yang bagus!
Lokasi Bakmie Atet ada di Jelambar, tepatnya di Jl. Hadiah Raya. Agak sulit mencarinya karena lokasinya cukup dalam, anda bisa menggunakan bantuan Google Maps untuk menemukan kedai bakmie ini. Hati-hati agar tidak terlewat karena kedai ini kecil dan “tertutup” oleh rumah-rumah di sampingnya yang lebih besar. Di depan kedai ini terdapat spanduk berwarna oranye dengan tulisan “Bakmie Bangka Atet”.
Begitu masuk kita akan menyadari bahwa tempatnya kecil dan rumahnya sudah tua sekali, tetapi kebersihannya terjaga dengan baik. Penerangannya agak temaram, tetapi tidak menimbulkan kesan kumuh. Nampaknya Koh Atet dan istrinya menjaga kebersihan kedai ini dengan baik, membuat saya dan pelanggan merasa nyaman untuk bersantap di tempat.
Ada hal menarik di sini: setiap kita datang, Koh Atet akan langsung bangun berdiri dan menyalakan kipas angin. Artinya kipas angin hanya dinyalakan ketika ada pengunjung. Jelambar bukanlah tempat yang udaranya sejuk dan seharusnya kipas angin terus dinyalakan agar Koh Atet dan istrinya tidak kepanasan menunggu pelanggan. Apakah ini upaya untuk menghemat pengeluaran listrik? Entah.
Menunya sederhana, hanya ada bakmie, bihun, dan kwetiau rebus. Dulu ada bakmie goreng, namun belakangan menu itu sudah tidak ada lagi. Mohon maaf, makanan di sini mengandung babi alias tidak halal. Jika anda tidak menyantap daging babi, mungkin anda bisa skip ulasan ini dan membaca tulisan lainnya.
Setelah memesan makanan, Koh Atet akan langsung menyalakan kompor tua yang masih terlihat sangat terawat. Antik. Berbeda dengan tukang bakmie pada umumnya yang airnya sudah panas sehingga mie bisa langsung direbus, Koh Atet akan menunggu airnya panas dulu. Mungkin karena tidak setiap saat ada pelanggan sehingga justru menjadi boros gas jika air terus-menerus dipanaskan. Hal ini membuat waktu penyajiannya sedikit lebih lama dari warung bakmie lainnya, tetapi saya rasa ini tidak terlalu menjadi masalah.
Istri Koh Atet kemudian akan mengantarkan minuman yang sudah kita pesan. Ada teh hangat atau minuman botol lainnya seperti teh Pucuk Harum atau air mineral. Dari sini saya selalu mengamati, tangan istri Koh Atet selalu bergetar. Pastinya ini bukan sesuatu yang baik, tetapi beliau selalu mengantarkan minuman dengan senyum ramah, meskipun tangannya bergetar.
Kadangkala anaknya akan keluar dari dalam rumah. Anaknya bertubuh besar dan terlihat sudah berusia 30 tahun lebih. Jika dilihat lebih lama lagi, kita akan segera mengetahui bahwa ada yang berbeda dengan kondisi mentalnya. Tetapi tidak perlu takut karena anak Koh Atet tidak pernah mengganggu pelanggannya, justru ia hanya tersenyum dan menyapa ramah. Cukup sapa balik saja. Dari sini saya bisa melihat bahwa Koh Atet dan istrinya mendidik anaknya dengan baik, terlepas dari kekurangan yang dimiliki.
Well, bakmie pun tersaji di atas meja. Tampilannya sederhana sekali. Hanya ada semangkuk bakmie dengan topping daging babi cincang yang dimasak kecap dan semangkuk kuah yang berisi sawi hijau rebus. Di atas meja makan tersedia berbagai condiment seperti kecap manis, kecap asin, cuka, saus sambal cair (buatan sendiri), saus sambal botolan, lada, dan acar cabai. Silakan racik sesuai selera, tetapi biasanya saya hanya menambahkan saus sambal cair untuk rasa pedas.
Meski tampilan bakmienya sederhana, tetapi rasa bakmienya tergolong enak. Ini bukan karena simpatik atau rasa kasihan, karena rasa bakmienya memang benar enak. Aroma minyak babi cukup dominan, dengan rasa gurih yang pas di lidah. Topping daging babinya pun terasa gurih dan empuk. Dari bakmie ini bisa kita ketahui bahwa kadangkala rasa lezat bisa muncul dari kesederhanaan. Tidak perlu berbagai kompleksitas bumbu atau topping. Asalkan diracik dengan tepat, bumbu-bumbu sederhana pun bisa menghasilkan makanan enak.
Seringkali saya memesan bakmie dengan pangsit rebusnya. Isian dagingnya tidak terlalu besar, tetapi rasanya enak. Benar-benar berisi daging cincang dan bawang yang menguatkan aroma. Atau kadangkala saya juga memesan tambahan bakso sapi yang empuk dan kenyal.
Salah satu ciri khas dari Bakmie Atet adalah porsinya yang besar! Saya tidak tahu mengapa Koh Atet menyajikan bakmie dengan porsi yang besar ini. Bagi saya yang kuat makan, satu mangkok bakmie saja sudah membuat saya kenyang. Beberapa orang bahkan tidak kuat menghabiskannya sendirian, harus dibagi dua.
Bagaimana dengan harga? Terakhir (Februari 2020) saya memesan semangkuk mie + pangsit + air mineral botol (Aqua), saya hanya perlu membayar Rp25.000. Saya mengira-ngira, semangkuk mie pangsit mungkin hanya sekitar Rp20.000. Dengan rasa yang enak dan porsi yang besar, harga ini tergolong sangat murah. Sama sekali tidak rugi.
10 tahun sudah berlalu sejak saya pertama kali menjadi pelanggan Bakmie Atet. Kehidupan saya sudah berubah, tetapi Koh Atet tetap dengan sabar menunggui warung bakmienya dan melayani pelanggan-pelanggannya yang mungkin hanya sedikit. Saya melihat adanya penerimaan hidup dan keikhlasan yang tinggi di sini. Dari sini saya belajar: hidupmu boleh keras, tetapi jangan biarkan hatimu ikut mengeras.
Jika ingin mencicipi bakmienya, silakan datang ke Jalan Hadiah 1, Jakarta Barat. Warungnya buka dari jam 07.00 hingga 16.00. Untuk panduan arah dari Google Map, ketik saja “Bakmie Bangka Atet”.
Well, that’s it.
Setuju dengan penulis, keluarga yg humble banget. 20 thn lalu sering makan tiap minggu tp sejak pindah rumah dr jelambar nga pernah lg; during pendemic sdh 2 kali ke sana tp nga nemu kios nya, mungkin sdg tutup. Will look for it lagi soon.
Semoga kondisi keluarga mereka baik baik saja. Ini saya juga ada rencana dalam waktu dekat mau ke sana lagi.