Apa gunung yang cocok untuk didaki pemula? Pertanyaan tersebut biasanya saya jawab dengan, “Coba Gunung Papandayan saja! Treknya tidak sulit tapi pemandangannya bagus!”
Dan sambil menyarankan kepada teman-teman saya bahwa Gunung Papandayan adalah gunung yang patut didaki bahkan oleh pemula sekalipun, perlahan-lahan ingatan saya kembali kepada November 2017, ketika saya mendaki Papandayan untuk pertama kalinya.
***
Saya percaya dengan law of attraction: ketika kita menginginkan sesuatu dengan sungguh-sungguh dan tulus, maka semesta akan membantu kita untuk mencapainya. Mestakung – semesta mendukung – begitu katanya.
Saat itu saya sedang penasaran dengan Gunung Papandayan, sebab berbagai situs memberikan review yang bagus tentang gunung ini. Coba ajak teman-teman yang biasa mendaki bareng, semuanya mengatakan tidak bisa karena kesibukan masing-masing. Walah… lalu mendaki dengan siapa ini? Pasrah, mungkin belum saatnya.
Tiba-tiba di suatu sore, sekelompok kecil mahasiswa mendatangi saya. Mereka meminta kesediaan saya untuk mendampingi mereka mendaki gunung. Ternyata mereka tahu dari rekan-rekan dosen lain bahwa saya hobi trekking. Saya tanya, “Memangnya mau naik gunung apa?”
“Gunung Papandayan, Pak!”
Jumat, 10 November 2018: Tiba di Garut
Akhirnya tiba juga di Garut, setelah perjalanan dari Jakarta menggunakan tronton selama kurang lebih 6 jam. Rasanya masih mengantuk, tetapi langit sudah mulai cerah. Kami tiba di sebuah tempat yang disebut sebagai Camp David. Tempat ini merupakan basecamp bagi para pendaki Gunung Papandayan. Kami pun beristirahat terlebih dahulu. Ada yang mandi, ada yang sarapan, ada juga yang menyesap kopi sambil merokok. Saya sendiri memilih untuk sarapan. Saya pun memasuki salah satu warung yang ada di sana dan memesan seporsi nasi goreng dengan telur dadar.
Usai beristirahat, beberapa kemudian mengemas ulang carrier mereka sebelum memulai pendakian. Sedikit peregangan dilakukan, disusul dengan doa bersama, dan pendakian pun dimulai!
Kiri Kanan, Kulihat Kawah
Naik, naik, ke puncak gunung
Tinggi, tinggi sekali
Kiri kanan, kulihat saja
Banyak pohon cemara
Nyatanya pendakian Gunung Papandayan tak sehijau lagu tersebut. Awal perjalanan dimulai dengan jalur tandus, di mana kiri dan kanan kami adalah kawah yang masih aktif. Masker merupakan benda yang dibutuhkan di sini, sebab bagi sebagian orang aroma belerang kawah yang menyengat sangat mengganggu. Jalur masih datar, dan kami masih sering berhenti untuk berfoto-foto.
Tidak ada kesulitan yang berarti pada jalur ini, keceriaan lebih mendominasi suasana.
Hingga akhirnya kami tiba di jalur hutan. Pohon-pohonnya tidak terlalu lebat, suasana tidak sesunyi hutan di Gunung Gede yang saya daki pada awal tahun. Jalur juga tidak berat. Sesekali menanjak, tetapi jalur datar lebih dominan sehingga kami tidak mudah lelah.
Kira-kira 4 jam lamanya berjalan di sisi kawah dan melewati pepohonan, dan tibalah Pondok Saladah!
Pondok Saladah
Inilah tempat kami akan bermalam nanti, dan memang menjadi tempat camping favorit para pendaki. Enaknya di sini, air berlimpah ruah dan sudah tersedia bilik-bilik toilet yang cukup bersih. Warung-warung semi permanen juga banyak di sini. Tidak perlu khawatir kehabisan air dan logistik! Sebenarnya antara senang atau tidak, sebab di satu sisi suasana “petualangan” mendaki gunung jadi agak berkurang, hehehe…
Tenda pun kami bangun. Sebagian segera memasak untuk makan siang, sebagian ada yang beristirahat. Aktivitasnya ya aktivitas yang umum dilakukan pendaki: bermain gitar, menyeruput kopi hangat, duduk-duduk santai, atau berkenalan dengan pendaki lainnya.
Tempat ini disebut sebagai Pondok Saladah karena dulunya memang terdapat banyak tanaman selada di sini. Namun saat saya datang, saya tidak menemukan selada. Mungkin sudah berbeda karena banyaknya yang sudah datang mendaki ke sini. Di Pondok Saladah juga terdapat banyak bunga edelweiss yang cantik. Silakan kagumi keindahannya, tapi jangan dicabut.
Karena sumber air yang berlimpah, maka saya tak sungkan segera memanaskan air untuk menyantap mie instan dan kopi hangat. Kombinasi mie instan dan secangkir kopi hitam manis, meskipun sederhana dan terkesan ndeso, tapi nikmatnya luar biasa ketika disantap di atas gunung. Tak lupa saya mampir ke warung sebentar untuk membeli beberapa butir bakso, dicampurkan dengan mie. Mantap!
Nampaknya benar kata teman saya yang sempat berkata bahwa Gunung Papandayan adalah gunung yang paling aman di Jawa Barat. Air melimpah, warung di mana-mana, jalur pendakiannya pun singkat dan cenderung datar. Tak heran, saya juga menemukan sekelompok pendaki anak-anak SD yang didampingi oleh gurunya!
Malam pun kami lalui dengan meminum minuman hangat sambil bersenda gurau. Oh iya, di malam hari Pondok Saladah terasa dingin sekali.
NB: Hati-hati dengan babi hutan di sini! Salah satu tenda kami rusak diterjang babi hutan. Rupanya mereka mencium bau makanan dari tenda kami dan bermaksud untuk mengambilnya. Memang sejak awal ranger di sini sudah mengingatkan kami agar waspada dengan kehadiran babi hutan. Sebagai solusi, akhirnya bahan makanan kami gantung di atas pohon agar berada di luar jangkauan babi hutan.
Hutan Mati
Dari semua yang menarik, apa yang paling menarik dari Gunung Papandayan? Jawabannya adalah berjalan-jalan di pagi hari di Hutan Mati! Meski namanya seram, tapi nyatanya tempat ini justru indah sekali. Hutan Mati, sesuai namanya, merupakan kawasan hutan dengan pohon-pohon yang sudah mati. Batang-batang pohon masih berdiri kokoh, tetapi sudah tidak ada daun yang memahkotainya. Tanahnya juga sudah tandus. Berjalan di antara pepohonan mati ini merupakan pengalaman menarik tersendiri, karena tak semua gunung mampu menyajikan pemandangan seperti ini. Saya sarankan untuk datang ke sini di pagi hari. Mengapa? Sebab suasana pagi hari yang masih sunyi dengan matahari yang malu-malu memancarkan sinarnya memberikan aura mistik yang sangat indah di Hutan Mati! Datanglah kira-kira antara pukul 5 pagi (ketika matahari baru terbit) hingga pukul 7 pagi.
Meski menawarkan pemandangan yang luar biasa indah, ternyata Hutan Mati terbentuk akibat sebuah bencana. Hutan Mati merupakan akibat dari erupsi Gunung Papandayan yang tidak hanya melahap pepohonan, tetapi juga manusia, ternak, beserta tempat tinggal dan harta benda mereka. Tak jarang korban nyawa pun bermunculan. Namun di balik musibah itu, beberapa waktu kemudian menghasilkan hutan yang bisa dinikmati oleh para pelancong, menjadi daerah wisata sehingga bisa membantu pemasukan bagi warga di sekitar. Di balik kelahiran, terdapat kehancuran; di balik kehancuran, terdapat kelahiran. Hutan Papandayan yang hancur oleh lahar ternyata melahirkan hutan baru yang indah dan khas.
Menuruni Papandayan Kembali
Sebenarnya perjalanan masih bisa dilanjutkan menuju Tegal Alun dan Puncak, tetapi perjalanan menuju kedua tempat tersebut dilarang oleh pengelola Gunung Papandayan. Karena membawa rombongan, maka mau tak mau kami menghentikan pendakian sampai titik terakhir yang diperbolehkan. Sebagai pendaki yang bertanggungjawab, tentu kita harus mematuhi peraturan. Pengelola tidak membuat aturan secara sembarangan, mereka memberlakukannya demi keamanan para pendaki. Beberapa rekan pendaki yang baru saya kenal mengajak untuk ikut bersama mereka berjalan menuju Tegal Alun dan Puncak, namun saya tidak berani mengambil risiko dengan mengajak rombongan mahasiswa. Mungkin kapan-kapan!
Setelah makan siang dan merapikan tenda, perjalanan turun pun dilakukan. Dari Pondok Saladah kami berjalan ke Hutan Mati kembali, lalu mengambil jalur turun dari samping. Berbeda dengan jalur naik, jalur turun ini lebih curam. Pemandangan kawah di sisi kanan menjadi teman kami menuruni Papandayan. Sesekali saya menoleh ke belakang, mengucapkan sampai jumpa kepada Hutan Mati yang begitu indah. Rasanya saya perlu datang sekali lagi untuk menikmatinya.
Perjalanan Pulang ke Jakarta
Meski singkat, tapi pendakian Gunung Papandayan begitu berkesan. Dengan jalur pendakian yang pendek dan didominasi oleh jalan-jalan datar, saya sangat menyarankan bagi siapapun untuk datang dan menikmati indahnya alam Papandayan sejenak!
Info dan Tips:
- Ada banyak sumber air dan warung di Gunung Papandayan, sehingga anda tidak perlu terlalu mengkhawatirkan logistik.
- Hati-hati di Pondok Saladah terdapat banyak babi hutan. Jangan biarkan tenda kosong dengan makanan di dalamnya.
- Gunung Papandayan, karena jalurnya yang tergolong ringan dengan sumber air yang melimpah, sangat cocok dikunjungi untuk memperkenalkan pendakian gunung kepada anak-anak. Tapi tetap perhatikan keselamatan juga.
- Tidak disarankan untuk mendaki hingga Tegal Alun dan Puncak. Keselamatan menjadi di luar tanggung jawab pengelola dan asuransi tidak lagi berlaku apabila pendaki melanggar batasan tersebut.