Melanjutkan tulisan saya yang sebelumnya tentang Purwokerto, kali ini saya akan membahas kuliner-kuliner khas Purwokerto yang bisa kita temui saat kita berkunjung ke kota mendoan ini.
(baca: Ada Apa di Purwokerto?)
Pertama-tama, perlu diketahui dulu kalau ternyata biaya makan di Purwokerto itu seperti biaya makan di Jakarta! Seporsi soto kena Rp16.000, bakmie goreng juga Rp16.000. Karena 2 minggu sebelumnya saya baru dari Solo (yang harga makanannya murah-murah), cukup takjub juga dengan harga makanan di Purwokerto!
1. Soto Sokaraja
Kalau di Jakarta ada Soto Betawi dan di Bogor ada Soto Kuning, maka di Purwokerto ada soto yang khas dengan nama Soto Sokaraja. Disebut Sokaraja karena soto ini pertama kali dijual di kawasan Sokaraja. Sotonya berciri kuah kaldu ayam, dengan isian soun, daging ayam suwir, tauge muda, kol, dan daun bawang. Sebagai sumber karbohidrat, soto sokaraja tidak menggunakan nasi, melainkan lontong. Ciri khas yang membedakan Soto Sokaraja dengan soto-soto lainnya adalah Soto Ssokaraja menggunakan bumbu kacang di dalam sotonya, sehingga rasanya gurih sekaligus “kental”.
Penjual soto sokaraja yang paling terkenal ada di Jalan Bank. Jaraknya tidak terlalu jauh dari Stasiun Purwokerto, bisa dijangkau dengan menaiki becak selama 5 hingga 10 menit saja. Setelah tiba di Jalan Bank, ada banyak penjual soto sokaraja. Dua yang direkomendasikan adalah Haji Loso dan Haji Sungeb.
2. Bakmie Goreng/Nyemek Purwokerto
Perbedaannya, mie goreng di Purwokerto menggunakan mie lebar (mirip kwetiaw). Selain itu, mie goreng Purwokerto dimasak tanpa menggunakan telur, sehingga toppingnya adalah kol, sawi, tomat, daging ayam, dan bakso. Plus, dimasak dengan menggunakan kompor arang sehingga cara memasaknya masih tradisional.
Favorit saya ada 2, bakmie goreng yang di depan RRI dan bakmie Palma yang berada di perempatan Palma. Keduanya buka di malam hari. Rasanya enak!
3. Lumpia Bom
Lumpia yang anti-mainstream! Ukurannya besar (sekitar 3x ukuran lumpia biasa) dengan sambal yang luar biasa pedas, seperti bom. Isiannya menarik: daging cincang, sayuran, jamur, dan telur. Rasanya enak banget! Karena ukurannya yang besar dan isinya yang padat, lumpia ini justru dijadikan lauk makan.
Lumpia bom bukanlah makanan tradisional Purwokerto, namun karena hanya ada di sini, maka lumpia bom dianggap kuliner khas Purwokerto. Memang, kuliner ini “ditemukan” baru sekitar 2003-2005 dan langsung meledak di kalangan pecinta kuliner. Ketika saya mampir dan mencicipinya, lumpianya sangat enak! Apalagi sambalnya yang langsung “membakar” lidah saya, mungkin pecinta pedas akan sangat menyukainya.
Lumpia bom umumnya dimakan dengan nasi putih dan lalapan, menjadi menu makan siang.
4. Pecel Kecombrang
Saya menemukan makanan ini ketika sedang duduk-duduk di alun-alun. Selain menemukan banyak penjual siomay, sosis bakar, dan batagor; ada beberapa penjual yang menawarkan pecel sebagai santapan sore.
Awalnya saya tidak terlalu tertarik dengan makanan ini. Bukankah penjual pecel sudah banyak di Jakarta dan daerah lainnya? Jadi saya abaikan saja, sampai akhirnya saya baru menyadari bahwa pecel di Purwokerto memiliki kekhasan dibandingkan pecel lainnya, yakni menggunakan bunga kecombrang.
Seporsi nasi yang dipincuk dengan daun pisang disajikan bersama aneka sayuran rebus bersiramkan bumbu pecel. Ada bayam rebus, kangkung, tauge muda, kacang panjang, sampai labu siam. Dan yang jadi bintang utama dalam sajian ini adalah bunga kecombrangnya. Aroma kecombrang tergolong tajam dan khas, sedangkan rasanya sedikit masam. Bagi yang tidak menyukai makanan beraroma kuat, mungkin akan menjauhi kecombrang. Tapi bagi saya sih enak-enak saja, justru unik dan menarik.
Supaya lebih seru, penjual pecel biasanya juga menyajikan mendoan sebagai pelengkap. Pecel kecombrang dapat dengan mudah ditemui di Alun-Alun Purwokerto (sore dan malam hari saja) dan Baturraden (dari pagi hingga sore).
5. Surabi Purwokerto
Selama ini yang saya tahu, surabi atau serabi yang hanya ada dua macam, yakni surabi Bandung yang berkuah legit dan surabi Solo yang gurih tanpa kuah. Ternyata di Purwokerto juga terdapat surabi dengan karakternya tersendiri.
Tapi untuk berhasil mencicipi surabi Purwokerto memerlukan perjuangan tersendiri. Penjual surabi hanya melayani pembeli dari pukul 5 hingga 10 pagi. Kalaupun tiba sebelum jam 10 pagi, antriannya sudah panjang. Saya sendiri datang pada pukul 6 pagi, namun sudah masuk ke dalam antrean kelima atau keenam.
Penjual surabi yang terkenal adalah Surabi Cikal. Tapi oleh warga setempat, saya juga direkomendasikan untuk mencoba penjual surabi lain yang lebih tradisional dan tak kalah nikmatnya. Penjual surabi ini adalah seorang mbok yang menjajakan surabi di pinggir jalan, tepatnya di seberang Wijayakusuma. Tidak ada plang nama, namun di google maps kita bisa menemukan lokasinya dengan mengetikkan “Surabi Purwokerto”. Baik Surabi Cikal maupun Surabi Purwokerto si Mbok, sama-sama ramai dan perlu mengantri.
Kekhasan dari Surabi Purwokerto adalah adanya dua bagian, yakni bagian luar yang berwarna putih dari santan dan bagian dalam yang berwarna coklat dari gula Jawa. Berbeda dengan surabi Solo yang menawarkan rasa gurih, surabi Purwokerto justru lebih menawarkan rasa manis. Dalam beberapa gigitan, terkadang kita mendapatkan tekstur renyah dari potongan kelapa yang ikut dimasukkan ke dalam adonan. Enak banget!
6. Mendoan
Belum sah kalau sudah ke Purwokerto tetapi tidak menyantap mendoannya. Konon katanya mendoan di Purwokerto paling enak se-Indonesia. Saat saya mencobanya, memang klaim tersebut tidaklah berlebihan. Tempe yang digunakan untuk mendoan adalah tempe yang sudah diproduksi secara khusus sehingga bisa memberikan tekstur yang paling pas untuk dijadikan mendoan. Bila tempe biasanya diproduksi seperti balok, maka di sini tempe diproduksi lembar demi lembar (dan tipis), kemudian dibungkus ke dalam daun pisang. Hal ini membuat tempe mendoan yang dihasilkan lebih lembek dan empuk.
Dan di Purwokerto, kita bisa menemukan tempe mendoan di hampir setiap belokan. Entah itu penjual soto, penjual nasi, warung kopi, sampai menu sarapan di hotel juga menyajikan mendoan.
Tak heran, Purwokerto terkadang juga dijuluki “kota mendoan”.
7. Getuk Goreng
Kalau selama ini yang kita tahu getuk itu dikukus, maka di Purwokerto kita bisa menemukan getuk yang digoreng.
Bahan dasar getuk adalah singkong yang dihaluskan. Karena digoreng, getuk goreng rasanya gurih sekali, apalagi bila disajikan hangat-hangat. Getuk goreng bisa ditemui di pusat oleh-oleh Purwokerto, saya sendiri membelinya di daerah Sawangan. Di Sawangan, saya bisa menemui getuk goreng yang sudah dimodifikasi, yakni dengan tambahan rasa pandan, durian, coklat, atau stroberi. Favorit saya tentu yang rasa original dan coklat.
Siapa sangka, camilan Purwokerto yang enak ini ternyata ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1918, oleh seorang penjual getuk yang bernama Sanpirngad. Saat itu getuk dagangannya tidak laku, sehingga ia menggorengnya agar tetap dapat dikonsumsi. Ternyata rasanya enak. Kemudian ia mencoba menjual kembali getuk tidak laku yang sudah digoreng itu, dan menjadi laris-manis di kalangan pembeli. Jadilah camilan legit gurih ini.
Getuk goreng paling enak disantap hangat, ditemani secangkir kopi hitam.
8. Nopia dan Mino
Kalau di Yogyakarta ada bakpia, maka di Purwokerto ada nopia. Bahan bakunya dari tepung terigu, yang kemudian dibuat adonan berisikan gula jawa dan bawang goreng. Teknik pemanggangannya unik, sebab nopia “mentah” dipanggang dengan cara ditempelkan pada dinding tungku tanah liat yang dibakar dengan kayu bakar. Rasanya manis dan gurih karena adanya campuran bawang goreng. Hidangan ini merupakan hasil asimilasi antara kuliner Indonesia dengan kuliner Tionghoa.
Ada nopia, ada lagi mino, yakni “mini nopia” atau nopia berukuran kecil. Sekarang baik nopia maupun mino tidak hanya berisikan gula jawa, tapi juga coklat, durian, nangka, dan lain-lain.
9. Jaket (Jenang Ketan)
Pada masanya, jaket atau jenang ketan pernah menjadi hidangan yang bergengsi, di mana hampir dalam setiap hajatan di Purwokerto pasti menyajikan jenang ketan ini. Sesuai dengan namanya, jaket merupakan camilan berupa jenang (sejenis dodol) yang berbahan dasar ketan. Rasanya manis dan tidak lengket di gigi. Bisa ditemui di toko oleh-oleh juga.
10. Lanting
Camilan gurih khas Jawa yang terbuat dari singkong dan tepung terigu dengan bumbu bawang putih. Camilan ini enak sekali, bahkan saya bisa menghabiskan hampir setoples dalam sehari. Lanting berbentuk melingkar seperti angka 8 (delapan), yang melambangkan bahwa persaudaraan antara orang Purwokerto tidak akan pernah terputus laksana angka 8. Klanting bisa ditemui di toko oleh-oleh Purwokerto, dan rasanya sangat gurih!
Bagi saya, makanan yang paling ngangenin dari Purwokerto itu serabinya, getuk gorengnya, dan lumpia bom. Mungkin suatu hari kalau berkesempatan ke Purwokerto lagi.
Seharian baca kota kelahiran sy, tp jarang banget sy kesana (25 thn) sejak sy lulus sma. Baru sadar skrg udah mahal ya. Soalnya sy inget kalo ssrapan bareng tukang becak di prapatan jalan kaliputih..arah gor satria cuma 100 rupiah udh full mendoan. Smoga sukses slalu koh..ditunggu ulasannya slalu
Wah sudah lama sekali ya… Purwokerto kota kecil yang indah, moga2 saya bisa ke sana lagi. Trims sudah berkunjung.
izin comot foto jenangnya untuk keperluan webinar
terimakasih
Terima kasih sudah meminta izin. Etikanya adalah mencantumkan link sumber gambar, semoga hal ini diperhatikan.