Sekitar 2012 atau 2013, saat alm. Bondan Winarno masih hidup dan rajin menulis di Twitter mengenai destinasi-destinasi wisata kuliner, saya menemukan tweet yang menarik: ada lontong cap go meh enak di Cikini. Saat itu saya belum terlalu familiar dengan Cikini, saya hanya tahu Restoran Kikugawa, toko roti Tan Ek Tjoan (kini sudah tutup), dan Gado-Gado BonBin. Karena saya menyukai lontong cap go meh, dengan cepat saya mencari tahu tempat yang dimaksud oleh Pak Bondan dalam cuitannya. Dan lokasinya adalah: kedai Gado-Gado Cikini.
Terletak di Jl. Cikini IV, sebenarnya sangat mudah menemukan rumah makan ini, sebab jaraknya hanya berselang satu rumah dari Gado-Gado BonBin. Jika Anda sudah menemukan Gado-Gado BonBin, pasti Anda juga akan langsung menemukan Gado-Gado Cikini karena plangnya yang cukup terlihat. Kedainya sederhana, cukup luas dan hanya menggunakan kipas angin, tetapi dengan penataan ruang yang baik justru tempatnya tidak panas sekalipun cuaca sedang terik. Sirkulasi udaranya baik sekali.
Saya teringat ketika 2012-2013 saya masih sesekali makan siang di sana, kedai itu dijaga oleh seorang wanita berusia lanjut yang merupakan pemilik kedai, biasa saya memanggilnya oma. Oma hanya duduk di meja kasir, menerima pesanan dan pembayaran, sedangkan kedua karyawan Oma yang akan menata makanan di piring serta mengantarkannya ke meja makan. Sayangnya sejak 2014 saya jadi jarang berwisata kuliner lagi akibat kesibukan mengambil S2 dan berfokus pada pekerjaan, sehingga ketika 2019 saya ke sana, saya tidak melihat Oma. Ketika saya tanyakan kepada karyawannya, ternyata Oma sudah meninggal dunia sejak 2015 dan kini dilanjutkan oleh anaknya. Innalillahi wa inailahi rojiun.
Beberapa hari lalu, ketika saya sedang bingung ingin makan siang apa, mendadak saya teringat dengan lontong cap go meh di sini. Betul kata Pak Bondan, lontong cap go meh di sini enak sekali, bahkan mungkin terbaik se-Jakarta! Kebetulan perut sedang lapar dan saya kangen lontong cap go mehnya, maka saya segera mengarahkan kendaraan saya menuju Cikini.
Saya memesan tiga menu untuk kali ini: lontong cap go meh, gado-gado, dan es campur.
Gado-gado seharusnya menjadi menu andalan di kedai ini, mengingat menu ini sampai dijadikan nama kedai. Tetapi mungkin karena lokasinya yang hanya berjarak satu rumah dengan Gado-Gado BonBin yang sudah legendaris itu, gado-gado di sini jadi kalah tenar. Oh iya, sebenarnya kedai Gado-Gado Cikini ini juga sudah legendaris, setidaknya sudah ada di sekitar tahun 1970an. Sudah setengah abad berjualan.
Gado-gadonya berjenis gado-gado siram, alias bumbunya sudah disiapkan terlebih awal kemudian diguyur di atas sayur-mayur yang sudah ditata. Sayurannya standar, ada bayam, sayur kol, kacang panjang, dan labu siam. Ada juga irisan kentang sebagai sumber karbohidrat; yang nantinya gado-gado ini dihidangkan dengan guyuran bumbu kacang, taburan bawang goreng, emping, dan kerupuk udang. Anda juga bisa memilih ingin menggunakan nasi atau lontong. Sayurannya segar, teksturnya lembut dan masih juicy. Bumbu kacangnya terasa seimbang antara manis, asin, dan segar; racikannya pas sekali. Berbeda dengan gado-gado uleg yang tekstur kacang tanahnya masih sangat terasa, bumbu gado-gado di sini tekstur kacangnya sudah lebih halus. Jika Anda pernah makan gado-gado BonBin, tekstur bumbu kacangnya masih lebih terasa dibandingkan BonBin yang benar-benar seperti saus kacang saja. Mana yang lebih enak? Kembali ke selera masing-masing.

Menyantap sayuran segar dengan bumbu kacang halus yang rasanya balance adalah pengalaman makan siang yang menyenangkan. Supaya ada rasa pedas, saya menuangkan lima sendok lebih sambal cabai cair yang tersedia di meja. Sambal cairnya juga diracik dengan baik, bukan hanya sekadar cabai yang dihaluskan dan diencerkan dengan air saja, namun ada tambahan bumbu-bumbu lain seperti bawang dan sedikit ebi (atau terasi? Aromanya mirip). Rasanya juga gurih, sehingga tambahan sambal ini selain memberikan rasa pedas juga mengangkat rasa hidangan gado-gado. Enak sekali.
Dan, selanjutnya saya menyantap hidangan primadona di sini, yakni lontong cap go meh. Potongan lontong yang padat lembut diguyur dengan kuah gurih bersantan dengan aneka pelengkap seperti kering tempe, telur rebus, rendang sapi, dan ayam gulai. Benar-benar lengkap! Rasa rempah pada kuahnya pas sekali, kental dan gurih. Tambahan kering tempe yang rasanya manis dan bertekstur renyah menjadi sensasi yang tidak saya temukan di lontong cap go meh di tempat lain. Ayamnya diberikan potongan, bisa kita pilih ingin dada, sayap, atau paha. Dan yang membuat hidangan ini lebih istimewa lagi adalah adanya potongan rendang sapi beserta bumbu rendangnya. Penambahan rendang ini benar-benar semakin mengangkat rasa kuah santannya yang sudah gurih menjadi semakin gurih dan berempah lagi. Apalagi potongan daging sapinya juga lembut. Menurut saya racikan lontong cap go meh ini paling enak se-Jabodetabek!

Sebagai penutup, saya memesan es Shanghai yang merupakan hidangan es serut dengan isian cendol, nangka, cincau, tape, dan kolang-kaling; diguyur dengan sirup merah cap Bango dan susu kental manis. Tidak ada yang istimewa, tetapi es Shanghai ini cocok sekali untuk menyegarkan mulut dan kerongkongan yang sejak tadi sudah “dihajar” oleh makanan-makanan gurih. Oh iya, yang menarik adalah cendolnya bukan berwarna hijau, melainkan merah muda. Jika Anda memesan es cendolnya pun Anda akan mendapatkan cendol berwarna merah muda.

Usai menyantap, saya langsung membayar. Ketiga hidangan tadi, dengan dua gelas es teh tawar dihargai Rp118.000. Kira-kira rinciannya seperti ini: seporsi lontong cap go meh dihargai Rp48.000, gado-gado sekitar Rp30ribuan, es shanghai sekitar Rp20ribuan, dan segelas es teh tawar dihargai Rp5.000. Harga yang masih sangat masuk akal untuk kelas rumah makan sederhana di Cikini.
Saya teringat ketika Oma masih hidup, beberapa kali saya menemukan pelanggan-pelanggan lamanya datang dan mengobrol dengan Oma. Kadang obrolannya tidak sengaja terdengar, dan nampaknya mereka sudah menjadi langganan Oma sejak mereka masih sekolah. Terdengar dari obrolannya adalah mengenai kabar si A, kabar si B, dan sebagainya. Nampaknya pada zaman dulu kedai ini ramai dikunjungi oleh kalangan pelajar dan kini mereka sudah bertumbuh dewasa, kemudian datang lagi untuk bernostalgia sambil mengobrol bersama Oma.
Awalnya saya sempat takut kedai ini tidak akan bertahan lama lagi mengingat Oma yang sudah berusia lanjut sekali (beliau meninggal pada usia 88 tahun), apalagi saya sering mendengar cerita sebuah rumah makan tua yang kemudian harus tutup karena pemiliknya meninggal dan tidak dilanjutkan oleh anak-anaknya. Namun ternyata kedai ini masih dilanjutkan sehingga saya masih bisa mencicipi lontong cap go mehnya.
Selain gado-gado dan lontong cap go meh, kedai ini juga menyediakan menu khas Betawi dan peranakan seperti asinan Betawi, mie ayam bakso, soto, dan nasi rames.
Well, karena saya sudah mendatangi tempat ini berkali-kali sejak 2012 hingga 2020, maka sudah tentu saya merekomendasikan sekali kedai ini, apalagi untuk menu lontong cap go mehnya.
Gado-Gado Cikini
Jl. Cikini IV no.1
Menteng, Jakarta Pusat
Jam operasional: 08.30-17.00