Beberapa hari yang lalu saya khusus datang ke Bogor untuk mencoba salah satu tempat makan yang sedang banyak diliput oleh food vlogger di Youtube. Menunya unik, terlihat lezat, dan dimasak ala rumahan, langsung membuat saya kepingin coba: Sapo Mie Encek Ameng.
Lokasinya ada Jl. Anggrek, Ciomas, Kabupaten Bogor. Kalau naik KRL, bisa turun di Stasiun Bogor kemudian lanjut lagi dengan ojek online (atau bisa juga naik angkot, tapi harus ganti 1 kali dan saya kurang paham rute angkot di Bogor). Dari Stasiun Bogor, saya dengan seorang teman menggunakan jasa GrabCar untuk ke sana, kira-kira menghabiskan waktu sekitar 30-45 menit. Untungnya Sapo Mie Encek Ameng sudah ada di Google Maps, sehingga bisa ditemukan dengan mudah. Sebab bila tidak ada di peta, maka mencari tempat ini akan sulit sekali: jauh dari pusat kota, berada di dalam pemukiman warga, dan bukan berada di destinasi wisata kuliner, sehingga membuat saya berpikir-pikir: hebat juga ya tempat makan yang cukup “terpencil” ini bisa diketahui oleh banyak orang.
Rumah makan sapo mie Encek Ameng ini hanya berupa rumah yang terasnya diubah menjadi rumah makan. Kira-kira ada sekitar 6 meja yang bisa ditempati, dan saat saya datang sudah hampir penuh. Beruntung saya masih kebagian satu meja dan itu adalah satu-satunya meja kosong yang masih tersisa. Begitu sampai, sang Encek (panggilan kepada orang yang sudah berusia paruh baya dalam sapaan Tionghoa) dengan ramah langsung menyodori kami menu. Pilihan makanannya tidak terlalu banyak, dan harganya Rp35ribu semua:
- Sapo Mie / Kwetiau / Bihun, dan
- Mie / Kwetiau / Bbihun goreng.
Langsung, tanpa berlama-lama karena sudah penasaran sekali dengan sapo mie, saya memesan seporsi sapo mie. Sedangkan Jeje, teman saya yang ikut ke sana, memesan sapo kwetiau. Kami juga tak lupa memesan dua gelas teh tawar hangat.
Menunggu lumayan lama, tetapi masih bisa dimaklumi karena tempatnya sedang ramai, dua porsi sapo pun tersaji di atas meja makan saya. Disebut sapo karena hidangan ini disajikan di dalam mangkuk sapo (mangkuk tanah liat), yang lazim digunakan dalam sapo tahu. Penggunaan mangkuk sapo ini bertujuan untuk menahan panas sehingga hidangan tetap panas meskipun sudah didiamkan cukup lama. Begitu tutup mangkuk sapo dibuka, uap panas dan kuah yang menggelegak menyambut. Aroma harum khas Chinese food juga langsung menyeruak. Nafsu makan langsung bergelora.
Mie di dalam sapo mie berbentuk lebar dan tebal, seperti mie yang digunakan dalam Lomie Hokkian. Bentuk yang tebal dan lebar ini membuat tekstur mie lebih kenyal dan lebih padat. Kuahnya gurih sekali, yang menurut sang penjual menggunakan bahan dasar kaldu ayam dan minyak wijen, dan tentu saja saya juga merasakan ada bumbu-bumbu lain yang dimasukkan seperti kecap ikan dan saus tiram (semoga saya tidak salah menebak!), karena aromanya cukup kaya dan warnanya juga hitam menggoda. Kuahnya yang cukup kental juga enak untuk diseruput ketika kita memasukkan mie ke dalam mulut. Rasanya gurih sekali. Sayangnya, di lidah saya agak keasinan, tapi masih bisa ditoleransi sekali.
Sedangkan untuk sapo kwetiau, konsepnya sama saja seperti sapo mie, bedanya mie diganti dengan kwetiau yang lebih kenyal lagi. Bagi pecinta pedas, bisa menggunakan sambal tauco buatan Encek yang rasanya sebenarnya enak banget, tetapi menurut saya kurang “masuk” dengan sapo. Sebabnya adalah baik kuah sapo ataupun sambal tauco sama-sama memiliki rasa yang kuat dan kaya, sehingga bila dicampurkan malah rasanya akan bertabrakan. Kalau di sini ada gorengan, pasti saya beli dan saya cocol dengan sambel tauconya, enak! Nah, khusus makan sapo mie atau sapo kwetiau ini, lebih baik pakai acar rawitnya saja, pedas sekaligus sedikit menambah rasa asam. Enak.
Oh iya, baik sapo mie atau sapo kwetiau masing-masing dilengkapi dengan sawi putih, wortel parut, empat ekor udang, empat butir bakso ikan, dan empat butir bakso udang home made. Menurut saya pelengkapnya ini juga juara banget! Udangnya segar dan jumlahnya tidak pelit, ditambah bakso udangnya yang dibuat sendiri. Tiga puluh rupiah sih layak banget untuk ditukar dengan semangkuk sapo!
Sambil menyantap sapo mie, saya mengamati bahwa tempat ini tergolong laris manis. Setiap ada pengunjung yang pergi, tidak lama akan ada lagi pengunjung baru yang datang untuk makan di tempat. Hampir tidak pernah kosong, padahal bukan sedang jam makan siang. Apalagi tempatnya – seperti yang sudah saya sebut di awal – jauh dari kota, tersembunyi di dalam perumahan warga, dan bukan berada di lokasi kuliner. Biasanya tempat makan yang berkriteria tersebut berisiko sepi dan tidak laku, tetapi Sapo Mie Cek Ameng ini bisa tetap laku bahkan laris-manis. Salut buat encek!
Dari hasil tanya-tanya, Encek berkata bahwa tempat makan sapo mie ini sudah dibuka sejak tahun 2012. Usaha ini dikelola sekeluarga: istri sang Encek menjadi juru masak, Encek dan anak-anaknya menjadi pelayan sekaligus kasir. Ada juga satu orang karyawan yang dipekerjakan untuk membantu melayani pengunjung. Dan selain sapo, Encek juga menawarkan empek-empek yang dibuat oleh keponakannya. Saya sendiri tidak mencicipi karena perut sudah kenyang (porsi mie saponya lumayan besar), tapi kapan-kapan boleh dicoba.
Sapo mie yang hangat ini memang sangat cocok disantap di Bogor yang sejuk. Rasanya enak, porsinya cukup besar, dan isiannya juga melimpah. Saya sendiri sangat merekomendasikan tempat ini. Harus dicoba!
NB: rumah makan ini tutup setiap hari Minggu dan tutup selama 15 hari saat libur tahun baru Imlek.